Betapa sulitnya untuk mendefenisikan cinta…
Cinta bukanlah ungkapan “aku mencintaimu”
sebagaimana ungkapan lelaki “hidung belang”dan
“wanita jalang” kepada pasangannya.
Jika sekedar ucapan…seolah mereka juga punya
cinta….
Cinta tidak harus tersalurkan lewat ungkapan para
ahlu bid’ah yang mewiridkan puji-pujian kepada
Nabi lewat album mereka”cinta Rasul-cinta
Nabi”….dst, yang hakikatnya hanyalah sekedar cari
laba dan keuntungan.
Cinta bukanlah apa yang terlahir dari lisan para
penyair maupun pujangga,tidak pula berupa
tembang yang disuarakan para biduan dan
biduanita…..sebab dalam alam nyata…terkadang
ucapan mereka bertolak belakang dengan realita.
Cinta terkadang…tidak bersuara dan tidak
bersambut…
sebagaimana cintanya Mughits
kepada Barirah.
Cinta terkadang tidak terwujud dalam mutiara
kata,sebab tidak setiap orang yang jatuh cinta
adalah pujangga.
Betapa kuatnya cinta Bilal kepada kekasihnya
bahkan tidak sanggup lagi untuk menyuarakan
cintanya dalam lantunan azan”asyhadu anna
Muhammadan Rasulullah..setelah wafatnya
kekasih…bahkan lebih ringan baginya kematian
daripada melafazkan hal itu.
Cinta tidak selalu harus bersama dan
seirama,sebagaimana cintanya Ibrahim kepada
Hajar dan putranya Ismail yang berjauhan antara
masjidil Haram dan Masjidil Aqsa…
Cinta itu bahkan selalu hadir dalam diam, terwujud
dalam ungkapan, terpatri di dalam hati,walau tak
terucap.
Cinta hakiki itu,akan melahirkan pengorbanan,pen
gabdian,keinginan untuk terus memberi yang
terbaik dari apa yang dimiliki.
Cinta yang selalu menuntut dari kekasih,terkadang
cinta yang bercampur dengan nafsu dan
kepentingan….ketika hal itu tiada,cinta itu akan
beralih biduk….
Allahul musta’an A’la ma tashifun.
Mekah, 29 Rabiul Awwal 1436 h/20 Jan 2015
Ustadz Abu Fairuz